- Pemberitahuan Pendataan Akreditasi Prodi Tahun 2022
- Seleksi Wilayah Pemilihan Mahasiswa Berprestasi Tahun 2022
- Pemberitahuan Pelaksanan Wasdalbin PTS Tahun 2022
- Bimbingan Teknis Pembekalan Sertifikasi Dosen TA 2022
- Sosialisasi Program JKN-KIS
- Undangan Pendampingan KIP Kuliah Merdeka
- Undangan Seleksi Tingkat Wilayah Pilmapres
- Undangan Penyegaran dan Persamaan Persepsi Asesor Beban Keija Dosen (BKD) tahun 2022
- Kegiatan Mobile Laboratorium
- Seminar Peran SPMI Dalam Meningkatan Penilaian Akreditasi Pada Perguruan Tinggi Swasta (PTS)
Sosialisasi Implementasi Kebijakan Anti Intoleransi, Antikekerasan Seksual, Antiperundungan, dan Antikorupsi

Dalam rangka menciptakan kampus sehat, aman, nyaman serta sivitas akademika yang toleran serta berkarakter kebangsaan Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah X menyelenggarakan sosialisasi implementasi kebijakan antiintoleransi, antikekerasan seksual, antiperundungan, dan antikorupsi secara virtual bagi PTS, Selasa (19/7/2022).
Kepala LLDIKTI Wilayah X Afdalisma, SH, M.Pd dalam sambutannya mengatakan sosialisasi ini dilaksanakan dengan tujuan agar pimpinan perguruan tinggi memiliki pemahaman lebih lanjut terkait intoleransi, kekerasan seksual, perundungan, dan antikorupsi.
Hadir sebagai narasumber Dr. Fitriati, MH dari Universitas Ekasakti dan Dr. Admiral, MH dari Universitas Islam Riau.
Baca Lainnya :
- Kepala LLDIKTI Wilayah X Serahkan SK Pembukaan Program Studi dan SK Perubahan Badan Penyelenggara264 dibaca
- Sosialisasi Implementasi Kebijakan Anti Intoleransi, Anti Kekerasan Seksual, Anti Perundungan, dan Anti Korupsi 106 dibaca
- LLDIKTI Wilayah X Serahkan SK Penyatuan, Penggabungan, Perubahan Bentuk, dan Pembukaan Program Studi Perguruan Tinggi442 dibaca
- Pembukaan Penerimaan Usul Pembukaan Program Studi melalui SIAGA406 dibaca
- Permintaan Data Penanggung Jawab Humas Perguruan Tinggi Swasta Se-Sumatera Barat567 dibaca
Dalam paparannya, Dr. Fitriati menyampaikan kita semua perlu melakukan pencegahan terjadinya intoleransi, kekerasan seksual, perundungan, dan perilaku korupsi di lingkungan perguruan tinggi.
Fitriati mengatakan pencegahan serta penanganan tersebut guna menghindari kerusakan moral dan hilangnya nilai-nilai pancasila di dunia kampus.
Fitriati menyebutkan beberapa upaya yang bisa dilakukan perguruan tinggi yaitu pencegahan tanpa hukuman. Maksudnya adalah perguruan tinggi membuat kebijakan-kebijakan dan sosialisasi yang memuat tindakan-tindakan yang dilarang dilakukan.
Selanjutnya kata Fitriati adalah dengan penyehatan komunitas masyarakat. Hal ini dapat dilakukan dengan memasukkan isu tersebut ke dalam mata kuliah, sehingga pencegahan dapat dilakukan sejak awal.
Sementara itu, Dr. Admiral menyampaikan upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual adalah dengan membentuk satuan tugas pencegahan dan penanganan kekerasan seksual.
Kemudian, perguruan tinggi membuat rumusan kebijakan dalam bentuk peraturan pimpinan perguruan tinggi yang menjadi norma dalam penerapan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual.
Lebih lanjut, Admiral menjelaskan bahwa perguruan tinggi perlu menyusun pedoman pencegahan dan penanganan kekerasan seksual dan disosialisasikan secara berkala kepada mahasiswa.
Menurutnya, pencegahan kekerasan seksual bisa dilakukan dengan membatasi pertemuan antara mahasiswa, pendidik, dan tenaga kependidikan.
“Peluang terjadinya kekerasan seksual dapat dilakukan perguruan tinggi dengan menerapkan kebijakan pembatasan waktu pertemuan antara mahasiswa, pendidik, dan tenaga kependidikan,” ucap Admiral.
Selain itu, perguruan tinggi diharapkan memiliki layanan pelaporan, penguatan budaya komunitas, penanganan korban, dan upaya pemulihan dari pihak terkait serta penindakan terhadap pelaku.
Dalam hal penangan dan pencegahan kekerasan seksual kata Admiral dapat dilakukan juga dalam bentuk formal dan informal. Pendekatan formal yaitu melalui regulasi dan kebijakan, sosialisasi, dan diseminasi.
Kedua, pendekatan informal, yaitu dengan menjalin komunikasi antara pendidik, tenaga kependidikan, dan mahasiswa baik bersifat kelembagaan maupun personal.
Tidak bisa dilakukan dengan regulasi semata tetapi didukung oleh komitmen semua elemen kampus yang ditunjukkan dari ketaatan regulasi dan sikap tidak melakukan pembiaran terhadap intoleransi, perundungan, kekerasan seksual serta korupsi. (*)